http://www1.adsensecamp.com/show/click.php?sid=mRdDaoNm8jEfHjaXqGsflH3ruphn9bMloL0lNGftgL4%3D&mid=EjaJmS1dntm%2BX72MOzJDBQE8LK%2Fi2T92ec739JbynYU%3D&ogi=r1efHiL667Gw178F%2FwEKiwD6bAvnS98FPQzVjg73xyM%3D&omid=BQd02UEWA%2Fs%3D&chan=WB3ae77b+8A%3D&i=6zepDC1828IRA3NnZPI4x3y5wpnCV3PoyW5ZUNXhvNnNjvvVUPwD4yC5ALPkvmVH&r=S3bVBZ7uC8wCmvRpmt5qgx15VfAQVibWFgEk6cp8ypeT9DR6G2klxBQeXRxSdpEI0ExoTzy48Q%2F%2BY7zpAqYiXA%3D%3D&a=xHMulCJa2UOFnEPfzInWFAfTW4SZZC8wcztg31qspQrmhhJRxvOKbj7L8Xrjcyq4NdhBTaHVaYGQ8JZ5LlQdtXZlYikVkwaBQji7ZbeS7HgSHL5%2FxUQ%2BIk%2FlBGI9VYuZFkkvG4usQIrdUSVoTlbfSQ%3D%3D

Tinggal di Rumah Reot, Makan dari Belas Kasih Tetangga

Jombang - Kemiskinan tidak pernah lepas dari hidup Samini (80), warga Jalan Sulawesi Desa Plandi Kecamatan/Kabupaten Jombang. Di rumah berdinding bambu, ia ditemani anak semata wayang bernama Suwati (18). Ironisnya, selain mengalami keterbelakangan mental, Suwati juga mengalami kebutaan sejak kecil. Praktis untuk bisa makan, keluarga ini hanya mengandalkan belas kasihan tetangga.

Samini bangkit dari ranjang lusuh tempatnya berbaring. Di sebelahnya, seorang perempuan berambut sebahu terus menggenggam tangan Samini. Dia bernama Suwati. Dengan bergandengan tangan, ibu dan anak ini bergeser ke ruang tamu rumahnya. Meski disebut rumah, namun tempat tinggal perempuan renta ini tak layak dihuni. Maklum saja, rumah itu hanya berukuran 5X4 meter. Sudah begitu, dindingnya yang terbiat dari anyaman bambau sudah berlubang disana-sini.

Rumah bambu itu sekat menjadi bagian. Bagian depan dijadikan ruang tamu meski tak dihiasi meja dan kursi. Sedangkan bagian belakang dijadikan dapur tanpa perabotan. Di bagian belakang itu hanya terdapat ranjang reot yang digunakan tidur Samini dan Suwati.

Setiap orang yang memasuki ruang tidur Samini, secara reflek akan menutup hidup. Jika tidak, maka bau pesing langsung menyengat hidung. "Nek dalu, pipise nggih ten mriki (Kalau malam buang air kecil disini)," kata Samini sambil menunjuk ranjang yang ia buat tidur, Kamis (20/10/2011).

Seiring hembusan angin yang menerobos dinding rumahnya, Samini berkisah, rumah yang ia tempati merupakan hasil kerja keras saat masih muda. Suaminya bernama Sanusi bekerja sebagai penarik becak di kawasan stasiun Jombang. Sedangkan Samini sendiri, selain ibu rumah tangga, juga menjadi buruh tani di sawah. Namun sejak suaminya meninggal 10 tahun silam, kehidupan nenek renta ini semakin berantakan. Ia harus menghidupi anaknya yang buta seorang diri.

Bahkan, sejak beberapa tahun belakangan ini Samini sudah tak mampu bekerja. Untuk sekedar makan saja, ibu satu anak ini menggantungkan belas kasihan tetangga. "Nek mboten disukani tonggo nggih mboten maem. Kulo mboten gadah yotro (kalau tidak dikasih tetangga ya tidak makan. Saya tidak punya uang)," katanya polos.

Bagaimana dengan Suwati? Setali tiga uang dengan ibunya. Jangankan bekerja, sekedar berpindah dari kamar ke ruang tamu saja, Suwati harus digandeng oleh ibunya. Hal itu tidak lepas dari indera penglihatan Suwati yang buta sejak kecil. Suwati juga sulit diajak komunikasi karena mentalnya mengalami keterbelakangan. "Saya hanya sekali mendapat bantuan beras dari Pak Lurah," kata Samini dengan bahasa Jawa halus.

Sementara itu, Sukari (48), tetangga depan rumah Samini mengatakan, kemiskinan yang melilit keluarga Samini sudah berlangsung lama. Seluruh tetangga sekitar bisa memahami. Pasalnya, kondisi ibu dan anak itu tidak memungkinakan untuk bekerja. "Jadi masalah makan yang dari tetangga," kata pria berkumis ini.