Sejak periode 2006 sampai bulan Mei 2011, jumlah seluruh pengaduan masyarakat yang masuk ke Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) terkait pelanggaran disiplin dokter mencapai 135 laporan.
Rupanya, hampir semua kasus yang dilaporkan masyarakat disebabkan karena kurangnya komunikasi antara dokter dan pasien. "Dari 135 kasus, permasalahan yang diadukan sebanyak 80 persennya karena komunikasi yang tidak baik," ujar Prof. Dr. Med. Ali Baziad, SpOG (K), Ketua MKDKI, kepada wartawan, Senin, (28/6/2011).
Masalah mengenai komunikasi, kata Ali bisa terjadi karena latar belakang pendidikan pasien yang berbeda satu sama lain. Sehingga perlu kiranya bagi seorang dokter hendaknya menyediakan waktu untuk mengetahui latar belakang pendidikan pasiennya.
"Kalau pasiennya berpendidikan bagus tak masalah. Tapi kalau pasiennya tidak mengerti, dia (dokter) harus menyediakan waktu untuk menjelaskannya," imbuhnya.
Ali menambahkan, satu hal yang tidak kalah pentingnya adalah seorang dokter harus memberikan rujukan kepada pasien apabila memang perlu penanganan yang lebih serius oleh ahlinya.
Selama ini, kenyataan yang terjadi di lapangan, dokter masih malas dalam merujuk pasien. Selain itu, untuk menghindarkan terjadinya kesalapahaman antara dokter dan pasien, Ali sepenuhnya mendukung Undang-undang mengenai praktek kedokteran yang hanya membatasi praktek dokter di tiga tempat saja.
"Dengan pembatasan itu, waktu kita dengan pasien akan lebih banyak. Pasien itu gampang, asal mau ngomong dan sediakan waktu, pasien sudah ngerti," pungkasnya.
Dari 135 pengaduan yang diterima MKDKI, berdasarkan tempat kejadian sebanyak 73 pengaduan berasal dari DKI Jakarta dan selebihnya dari luar Jakarta. Sedangkan berdasarkan spesialisasi dokter, 50 mengadukan pelanggaran yang dilakukan oleh dokter umum, 33 pengaduan dokter bedah, 24 pengaduan dokter kandungan, dan 28 pengaduan dugaan pelanggaran dokter spesialis lainnya.