http://www1.adsensecamp.com/show/click.php?sid=mRdDaoNm8jEfHjaXqGsflH3ruphn9bMloL0lNGftgL4%3D&mid=EjaJmS1dntm%2BX72MOzJDBQE8LK%2Fi2T92ec739JbynYU%3D&ogi=r1efHiL667Gw178F%2FwEKiwD6bAvnS98FPQzVjg73xyM%3D&omid=BQd02UEWA%2Fs%3D&chan=WB3ae77b+8A%3D&i=6zepDC1828IRA3NnZPI4x3y5wpnCV3PoyW5ZUNXhvNnNjvvVUPwD4yC5ALPkvmVH&r=S3bVBZ7uC8wCmvRpmt5qgx15VfAQVibWFgEk6cp8ypeT9DR6G2klxBQeXRxSdpEI0ExoTzy48Q%2F%2BY7zpAqYiXA%3D%3D&a=xHMulCJa2UOFnEPfzInWFAfTW4SZZC8wcztg31qspQrmhhJRxvOKbj7L8Xrjcyq4NdhBTaHVaYGQ8JZ5LlQdtXZlYikVkwaBQji7ZbeS7HgSHL5%2FxUQ%2BIk%2FlBGI9VYuZFkkvG4usQIrdUSVoTlbfSQ%3D%3D

Tim DPR Temukan Fakta Pemenggalan di Mesuji

Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Golkar, Bambang Soesatyo, mengungkapkan bahwa tim khusus, yang bertolak ke Lampung dan Sumatera Selatan untuk menyelidiki kebenaran pembantaian warga di Mesuji, menemukan fakta bahwa kejadian pemenggalan kepala di Desa Sodong, Kecamatan Mesuji, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Provinsi Sumatera Selatan, memang terjadi.

"Peristiwanya terjadi pada April 2011. Hanya, dalam peristiwa itu, tidak ada keterlibatan aparat," ujar Bambang dalam pesan singkat kepada VIVAnews.com, Minggu malam, 18 Desember 2011.

Bambang menambahkan, ada tujuh korban dalam peristiwa itu. Dua orang dari masyarakat dan lima dari perusahaan PT Sumberwangi Alam (Sual).

"Kejadiannya, murni bentrokan masyarakat dengan PAM Swakarsa yang dibentuk perusahaan itu," kata Bambang. Selain itu, lanjut Bambang, tim juga telah mendapat pengakuan tentang kejadian pemenggalan kepala.

"Soal pemenggalan kepala itu telah diakui perusahaan dan Camat di Mesuji. Kasusnya sedang dalam proses hukum. Penyebabnya, sengketa lahan," kata Bambang.

Komisi III DPR, lanjut Bambang, akan segera memanggil Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan, Gubernur Lampung, Gubernur Sumsel, Kepala BPN (Badan Pertanahan Nasional) untuk meminta penjelasakan soal kasus ini.

Persoalan kekerasan yang terjadi selama puluhan tahun di Mesuji berakar dari persoalan agraria yang berlarut-larut dan tidak terselesaikan. Hal ini makin pelik setelah Menteri Kehutanan memberikan izin perluasan lahan kepada PT Silva Inhutani untuk mengelola lahan dari 33 ribu hektar menjadi 42 ribu hektar, pada tahun 1996.

"Perluasan lahan tersebut mengakibatkan pencaplokan lahan adat yang sebelumnya dikelola ratusan petani," kata Bambang.