http://www1.adsensecamp.com/show/click.php?sid=mRdDaoNm8jEfHjaXqGsflH3ruphn9bMloL0lNGftgL4%3D&mid=EjaJmS1dntm%2BX72MOzJDBQE8LK%2Fi2T92ec739JbynYU%3D&ogi=r1efHiL667Gw178F%2FwEKiwD6bAvnS98FPQzVjg73xyM%3D&omid=BQd02UEWA%2Fs%3D&chan=WB3ae77b+8A%3D&i=6zepDC1828IRA3NnZPI4x3y5wpnCV3PoyW5ZUNXhvNnNjvvVUPwD4yC5ALPkvmVH&r=S3bVBZ7uC8wCmvRpmt5qgx15VfAQVibWFgEk6cp8ypeT9DR6G2klxBQeXRxSdpEI0ExoTzy48Q%2F%2BY7zpAqYiXA%3D%3D&a=xHMulCJa2UOFnEPfzInWFAfTW4SZZC8wcztg31qspQrmhhJRxvOKbj7L8Xrjcyq4NdhBTaHVaYGQ8JZ5LlQdtXZlYikVkwaBQji7ZbeS7HgSHL5%2FxUQ%2BIk%2FlBGI9VYuZFkkvG4usQIrdUSVoTlbfSQ%3D%3D

Waspadai Toko Online Palsu

JAKARTA - Pembeli harus waspada saat membeli produk atau jasa di toko online, baik itu yang menggunakan situs buatan atau melalui situs jejaring sosial Facebook. Pasalnya, sekitar 70 persen produk atau jasa yang dijual itu palsu.

Direktorat Jenderal Hak Kekayaan dan Intelektual (HAKI) Kementerian Hukum dan HAM, Ahmad M Ramli menyatakan pemerintah saat ini sedang mendata pemilik toko baik di toko online maupun toko konvensional, termasuk produk atau jasa yang dijual.

"Kita juga sedang menyasar toko online, karena 70 persen dari toko online itu banyak yang menjual produk palsu," kata Ramli di Jakarta, Selasa (14/11/2011).

Namun, Ramli masih enggan menyebutkan jumlah toko online yang sudah disurvei yang menjual produk atau jasa palsu tersebut. Ramli mencontohkan pada toko online yang menjual produk obat banyak memalsukan isinya dengan tepung dan cat tembok. Jika demikian, pengguna yang membeli barang palsu tersebut malah tambah sakit karena keracunan.

Begitu juga dengan produk otomotif baik sepeda motor atau mobil yang dijual terlalu murah. Ramli menduga penurunan harga itu disebabkan karena penjual mencampur suku cadang yang sudah kadaluarsa atau kualitas rendah sehingga tidak membayar royalti ke pemegang merek.

"Pengaturan ini lebih disebabkan karena kami ingin melindungi hak konsumen. Bagaimanapun, masyarakat juga punya hak memakai produk atau jasa yang benar dan aman," jelasnya.

Pernyataan dari perwakilan pemerintah ini bukan tanpa sebab karena tingkat konsumsi barang palsu di Indonesia termasuk sangat tinggi. Sekadar catatan, hal itu pernah diungkap dari hasil survei yang dilakukan Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) dan LPEM-FEUI yang melibatkan 500 responden di Jakarta dan Surabaya.

Sektor industri dengan barang palsu yang masih banyak beredar di pasar dan digunakan masyarakat yaitu pakaian (30,2 persen), software (34,1 persen), barang dari kulit (35,7 persen), sparepart (16,8 persen), lampu (16,4 persen), elektronik (13,7 persen), rokok (11,5 persen), minuman (8,9 persen), pestisida (7,7 persen), oli (7 persen), kosmetika (7 persen), dan farmasi (3,5 persen).

Pemalsuan tertinggi dari sektor industri barang yaitu produk kulit dan software. Kedua jenis ini memiliki perbedaan harga yang sangat tinggi antar produk asli dan palsu.