JAKARTA — Bom bunuh diri di Gereja Bethel Injil Sepenuh Kepunton (GBIS Kepunton), Kota Solo, Minggu (25/9/2011), merupakan bagian dari upaya adu domba dan penyudutan terhadap kelompok atau agama tertentu kepada agama lain.
Penilaian itu disampaikan pengamat dari Indonesian Crime Analyst Forum (ICAF), Mustofa B Nahrawardaya, di Jakarta, Minggu siang.
Dia mengomentari bom yang meledak di GBIS Kepunton, Minggu, sekitar pukul 10.55 WIB. Satu orang, yang diduga pelaku bom, tewas. Sebanyak 10 orang lain terluka.
Menurut Mustofa B Nahrawardaya, bom itu sangat memuakkan dan menjijikkan karena sengaja ditempatkan di gereja saat prosesi ibadah. Pemilihan GBIS Kepunton itu bisa jadi memang sudah diseleksi sebelumnya karena gereja tersebut termasuk salah satu bangunan gereja terbesar di Solo.
"Peledakan ini adalah upaya adu domba dan penyudutan terhadap kelompok tertentu, atau bahkan mengarah ke agama tertentu ke agama lain, dalam hal ini jemaat Kristen. Tujuannya agar terjadi pergesekan-pergesekan horizontal antaragama atau kelompok," katanya.
Dia berharap, polisi menyelidiki kejadian ini secara profesional di tempat kejadian dan harus bisa mencari bukti akurat, tanpa dipengaruhi opini yang berkembang sebelumnya. Polisi harus obyektif dan meneliti semua barang bukti, tanpa ditunggangi kepentingan lain, selain mengungkap jaringannya.
Dalam kondisi politik yang belakangan memanas di Tanah Air, sangat terbuka kemungkinan adanya kelompok tertentu untuk mengacaukan perhatian pemerintah dan masyarakat dengan peristiwa semacam ini. Bahkan, sangat mungkin kelompok itu mengacaukan barang bukti di tempat kejadian perkara agar terkesan melibatkan keterlibatan kelompok agama lain.
"Biarlah polisi yang bekerja mengungkap kasus ini. Namun, baik juga jika ada sebagian kelompok masyarakat atau lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang turut memantau dan mengawasi peristiwa ini. Itu penting agar selama penyelidikan tidak dibelokkan ke arah kepentingan sesaat," katanya.
Agar peristiwa bom semacam itu tidak terulang, lanjut dia, masyarakat jangan mudah mempercayai ajakan untuk melanggar hukum. Harus diakui, teroris tentu menggunakan akal dan cara yang tidak terdeteksi dengan mudah.
Namun, apabila masyarakat berhati-hati atas ajakan, hasutan, atau gosokan dari siapa pun, semoga peristiwa itu bisa dihindari. "Masyarakat jangan mudah terprovokasi," katanya.